Dua Tahun

Dua hari yang lalu tepat dua tahun terakhir kali aku pulang ke Indonesia. Dua tahun. Aku tidak lagi tahu apakah dua tahun itu waktu yang lama atau biasa saja. Dua tahun aku tidak bisa membiarkan diriku untuk merasakan kangen yang berlebihan. Kangen sih kangen, tapi harus secukupnya. Jika tidak, aku akan jatuh, seperti vas bunga kristal milik nenek ku yang pernah tidak sengaja aku senggol dan jatuh ke lantai, pecah berkeping-keping.
Sebenarnya, aku bisa pulang sekarang, atau besok, atau dua bulan lagi. Masalahnya, ketika pilihan terbuka lebar, aku semakin bingung. Tidak ada yang alasan yang mendesak dari kedua sisi. Aku disini, dan aku disana. Terkadang aku berharap kalau ayah atau ibu ku tiba-tiba bilang kamu harus pulang. Namun, aku tahu, aku tidak sepenuhnya ingin kembali. Aku pergi dengan alasan, aku tidak pergi karena aku bisa. Aku menginginkan ini. Aku bermimpi akan ini. Tapi, hangatnya matahari dan bahasa ibu selalu mengusik lirih, dan terkadang rasanya bisikan itu mengikis perih.
Aku juga masih bisa tinggal. Kadang aku juga berharap dia memanggil nama ku dan memintaku untuk tinggal. Karena perbedaan waktu dan dua puluh jam penerbangan itu bukan pilihan untuk hubungan kita. Tapi hubungan kita terlalu sederhana, tidak terikat. Dia membebaskan aku untuk memilih. Aku bilang ini masalah visa. Namun, ada perasaan menggelitik di belakang kepalaku, kalau aku menggunakan itu hanya sebagai alasan. Mungkin, aku memang mau pulang. Adikku sudah terlalu lama ditinggal kakak perempuannya.
Ah, aku bingung.
Tuhan, aku benar-benar bingung.

2 comments :

Nazura Gulfira said...

Pulang dooong! Aku pun kangen menghabiskan waktu mengobrol bersama kamu ❤️

Fiya Muiz said...

Aku pun, zu! <3