Hari itu aku menunggu penyair favoritku di antrian yang panjang. Diluar matahari masih malu malu untuk menyapa sehabis hujan. Sampai pada akhirnya di bubuhkannya tanda tangan pada halaman paling depan buku hitam putih bertajuk cinta dan adanya kota yang tidak pernah tidur. Terima kasih ku ucapkan tiga kali dengan nada manis, dia memberikan tatapan kembali kasih yang sederhana seraya menutup buku itu dan memberikannya kembali kepadaku. Namun, bagian favoritku bukan pada saat itu – tetapi ketika kamu berbisik sambil menunjuk ke arah tempat duduk penyair itu, "Suatu hari nanti aku percaya kamu yang akan duduk dibangku itu."
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment